Bismillahirrohmaanirrohiim

PENGADILAN GEMPA

Oleh: Jum’an

Untuk pertama kali dalam sejarah, bulan September nanti Pemerintah Italia akan menggelar sebuah Pengadilan Gempa. Sebagai tertuduh, Direktur Badan Nasional Geofisika dan Vulkanologi Italia (INGV) Enzo Boschi yang juga Ketua Komite Bencana Nasional serta 6 anggota komite yeng terdiri dari pakar-pakar terkemuka di bidang gempa dan keselamatan lingkungan. Mereka ber 7 dituduh melakukan pembunuhan 308 jiwa penduduk, karena dianggap gagal memperingatkan masyarakat kota L’Aquila menjelang terjadinya gempa besar yang melanda kota itu pada 6 April 2009. Informasi yang mereka sampaikan kepada publik 6 hari sebelum gempa dinilai tidak akurat, tidak lengkap dan kontradiktif sehingga tidak cukup mendorong penduduk untuk mengungsi. Menurut American Association for Advancement of Science (AAAS) organisasi andalan para ilmuwan, mengadili ramalan gempa yang tidak akurat kecuali mencerminkan kurangnya pemahaman tentang apa yang bisa dan tidak bisa dilakukan oleh ilmu pengetahuan, juga berdampak intimidasi dan mengkambing-hitamkan.  Memprediksi akan datangnya gempa bukanlah sesuatu yang sederhana; bagi para ahlinya sekalipun. Profesor John Vidale seismolog dan ilmuwan dari Universitas Washington mengatakan bahwa peramalan gempa dengan akurat adalah tidak mungkin. Sampai saat ini manusia tidak mampu mengendus kapan datangnya gempa. “Hari dimana para ilmuwan mampu meramalkan gempa masih jauh” kata Dimitar Ouzounov pakar ilmu bumi dari Univ. Chapman California ketika mengomentari gempa di Jepang bula Maret yang lalu.

Mengendus korban gempa yang tertimbun bangunanpun manusia masih kalah canggih dengan anjing. Banyak dokumentasi yang menunjukkan bahwa hewan-hewan seperti gajah, ular, kera dan burung memiliki kemampuan untuk merasakan akan terjadinya gempa, tsunami dan letusan gunung. Sayangnya sedikit sekali data ilmiah yang dapat mendukungnya sampai sekarang. Ketika gempa L’Aquilla terjadi, ditempat yang sama Rachel Grant ahli zoology dari Inggris sedang melakukan penelitian ilmiah tentang pengaruh peredaran bulan terhadap musim bertelur kodok yang hanya terjadi selama sebulan dalam setahun. Selama 29 hari mereka meneliti kodok ditempat mereka bertelur dan berkesempatan untuk mengamati mereka sebelum, selama dan sesudah gempa terjadi. Lima hari sebelum gempa, yaitu ketika mereka baru saja mulai bertelur tiba-tiba 96% dari kodok itu kabur dari kolam dangkal tempat mereka tinggal, entah kemana. Enam hari sesudah gempa susulan yang signifikan berakhir mereka datang kembali dan meneruskan kegiatan berkembang biak. Kemungkinan eksodus mereka disebabkan oleh perubahan medan maknit bumi, atau naiknya kadar gas Radon dalam air tanah yang dikeluarkan oleh kerak bumi yang biasa terjadi sebelum gempa. Apapun penyebabnya, kelakuan kodok itu menunjukkan bahwa mereka merasakan adanya perubahan dan mengambil langkah untuk melindungi diri.

Pada tahun1979 terjadi tsunami dipantai Atadei di pulau Lembata, Nusa Tenggara Timur. Sehari sebelumnya air laut surut, sangat jauh ketengah. Penduduk desa Weiteba dan sekitarnya karena takut akan terjadi bahaya berusaha untuk naik ketempat yang lebih tinggi. Akan tetapi mereka dicegah oleh pejabat dearah karena hari berikutnya akan ada peninjauan para petinggi dari Kupang dan Jakarta. Tengah malam waktu mereka tidur nyenyak seluruh penduduk desa itu tewas dilanda ombak setinggi pohon kelapa. Begitu cerita rakyat setempat yang saya ingat. Nah, saya kira pejabat daerah itu pantas diajukan ke sebuah Pengadilan Tsunami karena melarang penduduk untuk menyelamatkan diri hanya dengan alasan menunggu peninjauan. Tetapi tertuduh, anak-isteri, kantor beserta semua stafnya juga ikut terbawa oleh gelombang maut malam itu……………..


.

PALING DIMINATI

Back To Top