Bismillahirrohmaanirrohiim

Kajian Kitab Al-hikam (Bagian 2)

--- 
( TAJRID YANG DIPERBOLEHKAN SECARA SYARA', AKAL  DAN PERASAAN )
إِرَادَتُكَ التَّجْرِيْدَ مَعَ إِقَامَةِ اللهِ إِيَّاكَ فِي الْأَسْبَابِ مِنَ الشَّهْوَةِ الْخَفِيَّةِ, وَإِرَادَتُكَ الْأَسْبَابَ مَعَ إِقَامَةِ اللهِ إِيَّاكَ فِي التَّجْرِيْد اِنْحِطَاطٌ مِنَ الْهِمَّةِ الْعَلِيَّةِ.
Keinginanmu untuk lepas dari urusan duniawi, padahal Allah membekalimu dengan sarana penghidupan, adalah syahwat yang samar (tersembunyi). Sedangkan keinginanmu untuk memperoleh sarana penghidupan, padahal Allah telah melepaskanmu dari urusan duniawi, adalah suatu kemunduran dari cita-cita luhur.
Keterangan:
Asbab (bentuk jamak dari sabab) yaitu hal-hal yang dijadikan perantara untuk mendapatkan sesuatu yang dituju (diinginkan) dalam kehidupan dunia.
Misalnya kesibukan seseorang dalam bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.
Tajrid adalah memperoleh sesuatu yang dituju dalam kehidupan dunia tanpa perlu melakukan hal-hal yang menjadi perantaranya.
Misalnya seseorang yang mendapatkan rezeki tanpa perlu melakukan suatu pekerjaan.
Jika dilihat dari perlu atau tidaknya seseorang melakukan kegiatan untuk mendapatkan sesuatu dalam kehidupan dunia, maka kedudukan manusia terbagi menjadi 2 yaitu :
1. Maqom Asbab
Kedudukan seseorang yang memerlukan kegiatan (pekerjaan) untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
Allah SWT berfirman :
وَلَقَدْ مَكَّنَّاكُمْ فِى اْلأَرْضِ وَجَعَلْنَا لَكُمْ فِيْهَا مَعَايِشَ
Dan sesungguhnya kami telah menempatkan kalian di bumi, dan kami telah menjadikan bagi kalian pekerjaan-pekerjaan di dalamnya [S. al-A’raf : 10]
Rasulullah SAW bersabda :
مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا قَظُّ خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ، وَإِنَّ نَبِيَّ اللهُ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلاَمَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ
Tiada seseorang yang memakan makanan yang lebih baik daripada makanan dari (hasil) pekerjaan tangannya, dan sesungguhnya nabi Dawud AS memakan (makanan) dari pekerjaan tangannya. [HR al-Bukhori]
Tandanya:
Jika ia merasa tenang dalam beribadah saat ia memiliki pekerjaan, dan ia dapat melakukan kedua hal itu (ibadah dan bekerja) dengan baik, lancar dan kebutuhannya tercukupi.
2. Maqom Tajrid
Kedudukan seseorang yang tidak memerlukan kegiatan (pekerjaan) untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
Tandanya adalah jika merasa tidak tenang dalam beribadah jika ia bekerja dan ia tidak dapat melakukan keduanya dengan baik atau adanya halangan-halangan saat ia bekerja.
Allah SWtT berfirman :
وَلَوْ اَنَّهُمْ اَقَامُوا التَّوْرَاةَ وَاْلإِنْجِيْلَ وَمَا اُنْزِلَ إِلَيْهِمْ مِنْ رَبِّهِمْ َلأَكَلُوا مِنْ فَوْقِهِمْ وَمِنْ تَحْتِ اَرْجُلِهِمْ
Seandainya mereka (orang-orang ahli kitab) sungguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat, Injil dan (al-Quran) yang diturunkan kepada mereka niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas mereka dan dari bawah kaki mereka. [S. al-Maidah: 66]

Rasulullah SAW bersabda:
لَوْ أَنَّكُمْ تَوَكَّلُوْنَ عَلىَ اللهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزَقُ الطَّيْرَ، تَغْدُو خِمَاصًا، وَتَرُوْحُ بِطَانً
Seandainya kamu bertawakkal kepada Allah dengan tawakkal yang sesungguhnya maka Allah akan memberi rezeki kalian seperti Allah memberi rezeki pada burung yang berangkat dalan keadaan lapar dan kembali dalam keadaan kenyang.
[HR Ahmad, an-Nasa-I dalam Sunan al-Kubra dan at-Tirmidzi beliau berkata: Hadis hasan sohih.
Hadis ini dsohihkan pula oleh Ibnu Hibban dan al-Hakim]
Jika seseorang telah ditentukan oleh Allah di maqom asbab kemudian ia berpindah ke maqom tajrid dengan kemauannya sendiri maka perbuatannya ini sebenarnya adalah sayhwat (nafsu) yang tersembunyi.
setiap orang itu memiliki maqom (kedudukan) sendiri-sendiri yang telah ditentukan oleh Allah SWT. Dan ia tidak dapat berpindah ke satu maqom ke maqom yang lain kecuali telah ditetapkan oleh Allah SWT.
Jika seseorang tidak tahu apakah ia termasuk maqom asbab ataukah maqom tajrid maka hendaklah ia mencari guru yang soleh dan makrifat yang dapat menunjukkan atau menetapkan maqomnya di dunia ini.

Jika seseorang telah ditentukan oleh Allah di maqom asbab kemudian ia berpindah ke maqom tajrid dengan kemauannya sendiri maka perbuatannya ini sebenarnya adalah sayhwat (nafsu) yang tersembunyi.

Misalnya karena ia melihat orang lain yang tidak bekerja hanya tinggal di rumah sudah memperoleh rezeki tanpa perlu bekerja maka ia pun meninggalkan pekerjaan dan hanya beibadah saja dan mengharapkan kedatangan rezeki. Mungkin dalam hatinya ada rasa malas untuk bekerja dan tidak ingin bersusah payah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Mungkin pula ia ingin mendapatkan penghormatan atau kedudukan di masyarakat. Ini sebenarnya adalah syahwat (nafsu) yang tersembunyi yang diselubungi dalam bentuk kebaikan dan ibadah. Tandanya jika ia dalam keadaan miskin atau kebutuhannya tidak tercukupi maka ia kembali lagi sibuk mencari pekerjaan.

Demikian pula jika seseorang telah ditaqdirkan Allah di maqom tajrid maka ia berpindah ke maqom asbab dengan keinginannya sendiri, maka sebenarnya ia telah menurunkan derajatnya sendiri baik di sisi Allah maupun di sisi manusia.
Misalnya ia melihat orang lain sibuk bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, maka ia pun meninggalkan ibadahnya untuk bekerja. Padahal meskipun ia tidak bekerja selalu ada rezeki yang dating kepadanya. Maka ini dalam dirinya terjadi 2 penurun derajat. Yang pertama, penurunan derajat disisi Allah karena berkurangnya rasa tawakkalnya. Yang kedua, berkurangnya kehormatannya di sisi manusia, misalnya seorang ulama yang biasa dihormati masyarakatnya kemudian jika ia bekerja maka ia menjadi menjadi bawahan atau pesuruh majikannya.

Jadi seseorang ditempatkan oleh dalam maqom asbab atau tajrid itu karena adanya hikmah dan kehendak yang baik dari Allah. Kita harus menerima maqom kita masing-masing dengan baik dan ikhlas karena kita tidak mengetahui rahasia Allah saat menentukan kedudukan maqom kita.

Allah SWT berfirman:

وَعَسَى اَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ، وَعَسَى اَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ، وَاللهُ يَعْلَمُ وَاَنْتُمْ لاَ تَعْلَمُوْنَ

Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu. Allah lah yang mengetahui sedangkan kalian tidak mengetahuinya. [S. al-Baqoroh: 216]
Perpindahan dari maqom asbab (amal dhohir) kepada maqom tajrid (amal batin) itu seharusnya menampakkan bekas kepada anggota-anggota tubuh seorang hamba.
Allah SWT berfirman:

إِنَّ الْمُلُوْكَ إِذَا دَخَلُوا قَرْيَةً أَفْسَدُوْهَا

Sesungguhnya raja-raja apabila memasuki suatu negeri niscaya mereka akan merusaknya. [S. an-Naml: 34]

Tampaknya bekas pada anggota-anggota tubuh setelah perpindahan ke amal batin inilah yang disebut dengan tajrid.
Menurut ahli tasawuf tajrid itu ada 3 macam:

1. Tajrid adl-dlohir
2. Taajrid al-batin
3. Tajrid adl-dhohir wal batin

>>Tajrid adl-dlohir adalah meninggalkan sebab-sebab dunia dan penghalang-penghalang jasmani.
Artinya meninggalkan setiap hal yang menyibukkan anggota tubuhnya dari ingat kepada Allah.

>>Tajrid al-Batin adalah meninggalkan ikatan-ikatan jiwa dan penghalang-penghalang keingingan.
Artinya meninggalkan setiap hal yang menyibukkan hati dari kehadiran hatinya bersama Allah.

>>Tajrid adl-dlohir wal batin adalah meninggalkan ikatan-ikatan batin dan penghalang-penghalang jasmani.
Artinya menyendirikan hati dan tubuhnya hanya untuk Allah saja.

>Tajrid adl-dhohir yang sempurna adalah dengan meninggalkan sebab-sebab dunia dan mengosongkan tubuh dari pakaian-pakaian yang umum.

>Tajrid batin yang sempurna adalah dengan mengosongkan hati dari setiap sifat yang tercela.
Abu al-Hasan asy-Syadzili berkata:

Adab seseorang yang tajrid ada 4 yaitu:

1. Memulyakan orang yang lebih tua
2. Menyayangi orang yeng lebih muda
3. Menyadari (insaf) akan nafsunya
4. Tidak menuruti (menolong) nafsunya

Adab orang yang asbab ada 4 yaitu:
1. Menyayangi dan membantu orang-orang yang baik
2. Menjauhi orang-orang yang fajir (durhaka)
3. Mengerjakan shalat berjama’ah
4. Menyayangi orang-orang miskin

Bagi orang di maqom asbab hendaknya ia juga berusaha melakukan adab orang yang tajrid, karena akan menjadi kesempurnaan baginya.
Termasuk adab orang di maqom asbab adalah terus menerus (konsisten) melakukan pekerjaannya sampai Allah SWT memindahnya dari maqom asbab ke maqom tajrid.
Tandanya ada isyarat dari gurunya atau jika semua usaha (pekerjaan) yang ia lakukan sudah tidak menghasilkan. Maka barulah ia berpindah ke maqam tajrid.

Kesimpulan:
Sesungguhnya orang yang tajrid dan orang yang asbab adalah 2 pekerja Allah SWT, karena kedua-duanya dapat menghasilkan ibadah kepada Allah SWT.
Hal ini dapat diibaratkan seperti majikan yang punya 2 pembantu, maka ia berkata kepada salah satunya :
“Bekerjalah lalu makanlah”, dan ia berkata kepada yang lainnya :”Tetaplah bersamaku nanti aku akan memberimu makan.”
Seseorang yang melakukan tajrid tanpa ijin dari Allah maka sebenarnya ia tetap dalam maqom sabab. Dan orang yang melakukan asbab dengan ijin Allah maka sebenarnya ia telah melakukan tajrid.

ياحي ياقيوم ، برحمتك استغيث ، فاصلح لي شأني كله ، ولا تكلني الى نفسي طرفة عين
نفعنا الله به والمؤمنين
امــــــــــــــــــــــــ​يـــــــــــــــــــــــــ​ــــن يا رب العالميين
 
 


.

PALING DIMINATI

Back To Top