Bismillahirrohmaanirrohiim

Jangan Jadi Hafidz Al-qur’an Perusak Umat ?

HAFIDZ PERUSAK UMMAT

1. Para penghafal al-Qur'an tidak lagi memperdulikan ilmu-ilmu fardhu 'ain yang menjadi kewajiban mereka untuk mengetahui & memahaminya,, terutama pemahaman fiqh mereka tentang tata cara bersuci & shalat berjama'ah dimana mereka sering diundang untuk menjadi imam shalat..

2. Biasanya para penghafal al-Qur'an gemar mempelajari qiraat dan ilmu tajwid serta makhrajil-huruf yang benar,, namun saat ini tidak sedikit yang lebih memfokuskan diri untuk menjadikan alunan suaranya enak dan syahdu didengar oleh makmumnya tanpa memperdulikan ilmu tajwid & makhrajil-huruf yang benar..

3. Para penghafal al-Qur'an sering meniru dan mencontohi perilaku imam-imam shalat di timur tengah saat mengimami shalat,, termasuk salah satunya ialah tidak membaca basmalah ataupun menangis sesenggukan di dalam shalat ketika membacakan ayat al-Qur'an,, tanpa mengetahui bagaimana sebenarnya hal tersebut di dalam pandangan fiqh madzhab yang dianut oleh dirinya & makmum shalatnya..
Inilah yang disebut ilmu dengan cara meniru,, bukan dengan berguru..

4. Para penghafal al-Qur'an sering sekali memposisikan dirinya seolah-olah ahli seluruh cabang ilmu agama padahal ia hanya belajar tentang cabang ilmu hafalan al-Qur'an..
Ia tidak belajar fiqh,, namun berani membahas & menjawab persoalan fiqh di dalam taushiyahnya..
Ia tidak belajar tauhid,, akan tetapi lancang menyatakan ummat Islam saat ini salah tauhidnya..
Ia tidak belajar tashawwuf,, namun berani melecehkan karamah para shufi..

5. Seharusnya,, penghafal al-Qur'an ini menyadari kapasitas dan kemampuan ilmu yang dimilikinya serta memposisikan diri sesuai dengan ilmu yang dimilikinya tersebut..
Bila ia hanya menguasai metode menghafal al-Qur'an,, maka sepantasnya yang ia ajarkan untuk masyarakat adalah ilmu untuk menghafal al-Qur'an,, bukan ilmu lainnya yang tidak ia kuasai pemahamannya dengan baik dan benar..

6. Orang-orang yang belajar fiqh,, namun tidak menghafal al-Qur'an,, ketika ia diminta untuk menghafal al-Qur'an,, maka ia berani menjawab bahwa ia tidak menghafalnya..
Ketika para pelajar fiqh ini diminta untuk menjadi imam shalat yang hafal al-Qur'an,, mereka juga akan mundur dan tidak bersedia untuk menjadi imam karena mereka tidak hafal al-Qur'an..
Sebaliknya,, ketika para penghafal al-Qur'an dimintai jawaban fiqh oleh masyarakat,, padahal ia tidak belajar dan paham fiqh,, mereka malah berani berorasi di atas mimbar & menjawab persoalan fiqh tersebut,, demi menampilkan kepantasan mereka digelari "ustadz",, bahkan mereka takut untuk menjawab,, _"saya tidak tahu & tidak mengerti fiqh",,_..

7. Masyarakat menyangka bahwa para penghafal al-Qur'an ini adalah yang paling pantas untuk menjadi imam shalat bahkan dianggap paling layak untuk dijadikan rujukan fatwa di dalam agama..
Padahal,, ada penghafal al-Qur'an yang 'alim ilmu agama dan banyak pula yang tidak mengerti sama sekali ilmu agama melainkan hanya menguasai metode hafalan al-Qur'an saja..

8. Di dalam aturan shalat berjama'ah menurut fiqh asy-Syafi'iyyah,, posisi imam shalat yang lebih diutamakan ialah seorang faqih yang qari'..
Faqih ini ialah 'alim ilmu fiqh..
Qari' yang dimaksud ialah yang banyak hafalan al-Qur'annya dan yang shahih/bagus qiraat al-Qur'annya (termasuk tajwid,, makhrajil-huruf & sifat-sifat hurufnya sesuai dengan qiraat)..
Bila tidak ada faqih yang qari',, maka yang lebih diutamakan ialah faqih yang tidak qari' daripada qari' yang tidak faqih..

9. Banyak masyarakat yang menganggap bahwa qari' ini ialah yang merdu & syahdu suara bacaan al-Qur'annya,, apalagi bila ia menguasai iramanya para imam shalat di timur tengah,, padahal ini adalah anggapan yang keliru & salah besar..
Pemilik suara merdu & syahdu ini belum tentu qiraatnya benar sesuai dengan qiraat yang dibacanya..
Seorang qari' tidak mesti merdu suaranya dan seorang yang suaranya syahdu juga belum pasti qari'..
Sebagaimana halnya seorang faqih belum tentu qari',, begitu juga seorang qari' yang belum pasti faqih..

10. Karenanya,, agar tatanan hukum agama ini tidak berantakan,, maka seharusnya masing-masing menyadari kompetensi dirinya dan berkalam agama sesuai dengan kapasitas keilmuannya..
Biarlah permasalahan fiqh dan agama dijawab dan dikalamkan oleh para ahli fiqh dan 'alim 'ulama..
Cukuplah para penghafal al-Qur'an yang tidak mau belajar fiqh menahan diri untuk menjawab persoalan fiqh..
Arahkanlah masyarakat untuk bertanya hukum agama kepada para 'alim 'ulama..
Bila dipercayakan sebagai imam shalat,, belajarlah ilmu fiqh tentang tata cara bersuci dan shalat berjama'ah..
Jangan menipu ibadah ummat dengan hanya bermodalkan gelaran seorang hafidz & panggilan ustadz..
Bila diamanahkan sebagai pengajar agama,, maka ajarkanlah ilmu tajwid,, makhrajil-huruf,, sifat-sifat huruf,, dan qiraat al-Qur'an bila memang menguasai dan memahaminya..
Jangan mengajarkan cabang ilmu agama lainnya yang tidak dipahami dengan baik & benar,, karena akibatnya hanya akan menjauhkan ummat dari ilmu & ahli ilmu agama yang benar...

Demikian...


.

PALING DIMINATI

Back To Top