Bismillahirrohmaanirrohiim

Tradisi Malam Tirakatan Hari Kemerdekaan Indonesia

#NgajiTasawuf : TIRAKATAN

BANGSA INDONESIA merayakan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia (HUT RI) ke-73 padaJum'at 17 Agustus 2018.

Hari kemerdekaan ini disambut masyarakat dengan antusias, dengan menampilkan berbagai macam cara.

Mulai lomba balapan karung, lomba makan krupuk, lomba gerak jalan, lomba drumband, lomba panjat pinang, dan lainnya.

Tak kalah menarik adalah TRADISI menyambut Malam 17 Agustus, yang popular dengan istilah MALAM TIRAKATAN !

Acara MALAM TIRAKATAN ini berlangsung mulai tingkat RT, RW, Kelurahan, Kecamatan, Kabupaten, Kota Madya, Propinsi, maupun Pemerintah Pusat.

Tanpa terkecuali di sebagian besar Pondok Pesantren, termasuk Pondok Pesantren ‘Sudrun’ yang berada di Kaki Gunung Kawi, Kediri, Jawa Timur.

Suatu saat, di tengah Cahaya Rembulan (Padhang Bulan), Sang Kyai Sufi, memberikan wejangan Kitab Ihya’ Ulumuddin Karya Hujatul Islam Syaikh Imam Ahmad al-Ghozali.

Ratusan santri menyimak pitutur Sang Kyai dengan khidmat, dan sesekali terdengar suara gerr, humor Sang Kyai untuk melepas ketegangan.

Sang Kyai ini nampaknya memahami bagaimana metodologi Pengajian Kitab Ihya’ Ulumuddin, yang berisi Filsafat Hidup dapat dijelaskan dengan bahasa sederhana.

Terlebih bagi santri-santri mileneal. Tanpa canggung Sang Kyai mengutip kalimat-kalimat Tokoh Dunia, berkaitan dengan Makna Kemerdekaan bagi sebuah bangsa.

“In the truest sense, freedom cannot be bestowed; it must be achieved”

(Dalam arti yang sebenarnya, KEMERDEKAAN itu tidak bisa diberikan; kemerdekaan harus diraih)

Quote : Franklin D. Roosevelt

“Men love their country, not because it is great, but because it is their own”

(Masyarakat mencintai bangsa mereka, bukan karena bangsa itu hebat, tapi karena bangsa itu milik mereka)

Quote : Seneca

“Life without liberty is like a body without spirit”

(Hidup tanpa kebebasan seperti sebuah tubuh tanpa jiwa)

Quote : Khalil Gibran

Salah satu bahasan yang cukup menarik ketika Sang Kyai mengupas soal TIRAKATAN, sebagaimana tradisi Malam Tanggal 17-an.

Nampaknya, salah satu santri yang dikenal bengal (sebutan bagi santri yang sering ketahun merokok),  Sudrun kian penasaran dengan istilah TIRAKATAN.

Nama aslinya Burhanudin, namun rekan santri menjuluki Sudrun, lantaran sering melanggar aturan pondok. Di sisi lain, ia terkadang muncul kealimannya (kepandaiannya).

“Kyai, kalau disandarkan pada Kitab Ihya’ Ulumuddin apa tradisi TIRAKATAN ini ada keterkaitan dengan ibadah kepada ALLAH SWT ?”

Tanya Sudrun berapi-api, yang kemudian diteriaki huuu oleh santri yang lain.

Sang Kyai Sufi, sepertinya sangat memahami karakter para santri mileneal ini termasuk Sudrun yang terkadang sikapnya menjengkelkan.

Dengan kelembutan, Sang Kyai bertutur :

“Nak, memang ada berbagai pendapat ulama menganai TRADISI TIRAKATAN setiap menjelang Malam Kemerdekaan, khususnya di Indonesia.”

“Ada yang berpendapat Haram. Ada yang Makruh. Ada yang Bid’ah. Adapula yang mengambil hukum Mubah (Boleh).”

“Namun, kalau saya pribadi memaknai bahwa bahwa TRADISI TIRAKATAN ini adalah kegiatan Non-Ritual Ibadah, yang pada dasarnya diperbolehkan.”

“Pertimbangannya bahwa hal itu sebuah  tradisi dan budaya masyarakat yang tidak ada di dalamnya, melainkan sekedar ekspresi gembira dan menyebut-nyebut nikmat ALLAH SWT.”

“Initinya ada kelonggaran dalam masalah ini. Hal ini bukanlah permasalahan Ushuliyyah (hal-hal mendasar) yang tidak ada perselisihan di dalamnya.”

“Acara Agustusan yang kita kenal di Indonesia. Kalau di Arab Saudi disebut Yaum Wathoni atau Hari Nasional.”

“Misalnya saat pagi orang terbiasa mengucapkan ‘selamat pagi’ dan ini bisa kita katakan dilakukan setiap hari.”

“Demikian pula ‘Selamat Sore’ di sore hari, ‘Selamat Tidur’ saat malam.  Apakah rutinitas semisal ini tergolong Bid’ah ?”

“Jawabannya tentu saja ‘TIDAK’ karena ini tergolong Non-Ritual keagamaan. Tidak ada orang merasa beribadah kepada ALLAH SWT dengan melakukan hal-hal di atas.”

“Barangsiapa yang memberikan syafa’at yang BAIK, niscaya ia akan memperoleh bahagian (pahala) dari padanya.”

“Dan barangsiapa memberi syafa’at yang BURUK, niscaya ia akan memikul bahagian (dosa) dari padanya.” (Al-Qur’an Surah An-Nisaa’ Ayat 85)

Dalam ENSIKLOPEDI Nahdhatul Ulama (NU), menerangkan bahwa TIRAKAT berarti menjalani laku spiritual untuk mencapai sesuatu yang diiinginkan.

Disebut pula oleh kalangan pesantren dengan RIYADLHAH, yaitu menjalani laku mengendalikan dan mengekang hawa nafsu.

Ketika disebut tirakatan maknanya adalah tradisi sebagian masyarakat untuk mengisi hari raya Idul Fithri dengan cara lek lekan (tidak tidur semalaman).

Tradisi tersebut diisi dengan berbagai kegiatan untuk mengasah kesadaran spiritual, tetapi kadang diawali dengan sambutan-sambutan dalam acara Syawalan.

Waktu penyelenggaraannya  tidak sama antara satu kelompok masyarakat dengan masyarakat lain, tetapi tetap masih di bulan Syawal.

TIRAKAT menggabungkan pengekangan dan pengendalian hawa nafsu (Riyadlhah)  dan  penempuhan jalan tertentu (THORIQOT) untuk mencapai yang diinginkn. 

Berbagai jenis tirakat yang dikenal di kalangan pesantren adalah, Puasa Ndawud, Puasa Senin Kamis, Puasa Hari Kelahiran, dan lain-lain.

Menjalani TIRAKAT diyakini masyarakat NU, bisa menjadikan kualitas spiritual semakin dekat dengan ALLAH SWT dan hajat bisa dikabulkan.

Karena itulah, tidak jarang orang tua di kalangan masyarakat NU, menjalani TIRAKAT agar anaknya dikaruniai ilmu yang bermanfaat, menjadi `arifin, dan lain-lain.

Saudaraku, marilah kita memaknai TIRAKATAN MALAM 17 AGUSTUS ini sebagai rasa syukur kepada ALLAH SWT, atas nikmat KEMERDEKAAN BANGSA INDONESIA.

Semoga ALLAH SWT mengangkat DERAJAT MULIA bagi Para Pahlawan Bangsa yang gugur sebagai MUJAHID SEJATI. Aamiin Yaa Roabbal’alamiin. Al Fatihah ... 7 x.

Tasharaful imam 'ala ra'iyyah manuthun bil maslahah. MERDEKA !


.

PALING DIMINATI

Back To Top